Minggu, 16 Januari 2011

Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA ABDOMEN

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik.
Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal. Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait.

PATOFISIOLOGI
Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ padat ( hepar, lien, ginjal ) dari pada organ-organ berongga. (Sorensen, 1987)

Yang mungkin terjadi pada trauma abdomen adalah :

Perforasi
Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka terjadi perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis hebat.
Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.
Mengingat kolon tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah faeses, maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi perlu segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera dilakukan pembedahan, peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan faeses. Hal ini dapat menimbulkan peritonitis yang berakibat lebih berat.

Perdarahan
Setiap trauma abdomen (trauma tumpul, trauma tajam, dan tembak) dapat menimbulkan perdarahan. Yang paling banyak terkena robekan pada trauma adalah alat-alat parenkim, mesenterium, dan ligamenta; sedangkan alat-alat traktus digestivus pada trauma tumpul biasanya terhindar. Diagnostik perdarahan pada trauma tumpul lebih sulit dibandingkan dengan trauma tajam, lebih-lebih pada taraf permulaan. Penting sekali untuk menentukan secepatnya, apakah ada perdarahan dan tindakan segera harus dilakukan untuk menghentikan perdarahan tersebut.
Sebagai contoh adalah trauma tumpul yang menimbulkan perdarahan dari limpa. Dalam taraf pertama darah akan berkumpul dalam sakus lienalis, sehingga tanda-tanda umum perangsangan peritoneal belum ada sama sekali. Dalam hal ini sebagai pedoman untuk menentukan limpa robek (ruptur lienalis) adalah :
Adanya bekas (jejas) trauma di daerah limpa
Gerakkan pernapasan di daerah epigastrium kiri berkurang
Nyeri tekan yang hebat di ruang interkostalis 9 - 10 garis aksiler depan kiri.

DIAGNOSTIK
Riwayat
Dapatkan keterangan mengenai perlukaannya, bila mungkin dari penderitanya sendiri, orang sekitar korban, pembawa ambulans, polisi, atau saksi-saksi lainnya, sesegera mungkin, bersamaan dengan usaha resusitasi.


Penemuan
Trauma tumpul pada abdomen secara tipikal menimbulkan rasa nyeri tekan, dan rigiditas otot, pada daerah terjadinya rembesan darah atau isi perut. Tanda-tanda ini dapat belum timbul hingga 12 jam atau lebih pasca trauma, sehingga kadanga-kadang diperlukan pengamatan yang terus-menerus yang lebih lama. Nyeri yang berasal dari otot dan tulang, mungkin malah tak terdapat tanda-tanda objektif yang dapat menunjukan perlukaan viseral yang luas. Fraktur pada iga bagian bawah sering kali menyertai perlukaan pada hati dan limpa. Pemeriksaan rektum secaga digital, dapat menimbulkan adanya darah pada feses

Test Laboratorium
Secara rutin, diperiksa hematokrit, hitung jenis leukosit, dan urinalisis, sedangkan test lainnya dilakukan bila diperlukan. Nilai-nilai amilase urine, dan serum dapat membantu untuk menentukan adanya perlukaan pankreas atau perforasi usus.

Foto Sinar X
Film polos abdomen dapat menunjukkan adanya udara bebas intraperitoneal, obliterasi bayangan psoas, dan penemuan-penemuan lainnya yang pada umunya tak khas. Fraktur prosesus transversalis menunjukan adanya trauma hebat, dan harus mengingatkan kita pada kemungkinan adanya perlukaan viseral yang hebat.
Film dada dapat menunjukkan adanya fraktur iga, hematotorak, pnemotorak, atau lainnya yang berhubungan dengan perlukaan thorak
Penderita dengan tauma tumpul sering memerlukan foto thorak sinar X tengkorak, pelvis, dan anggota gerak lainnya.
Studi kontras pada saluran kemih diperlukan bila terdapat hematuria.
Foto sinar X dengan kontras pada saluran pencernaan atas dan bawah, diperlukan pada kasus tertentu.
C.T Scan abdomen sangat membantu pada beberapa kasus, tetapi inibelim banyak dilakukan.
Angiografi dapat memecahkan teka-teki tantang perlukaan pada limpa, hati, dan pakreas. Pada kenyataanya, angiografi abdominal jarang dilakukan.

Test Khusus
Lavase peritoneal berguna untuk mengetahui adanya perdarahan intraabdomen pada suatu trauma tumpul, bila dengan pemeriksaan fisik dan radilogik, diagnosa masih diragukan. Test ini tak boleh dilakukan pada penderita yang tak kooperatif, melawan dan yang memerlukan operasi abdomen segera. Kandung kemih harus dikosongkan terlebih dahulu. Posisi panderita terlentang, kulit bagian bawah disiapkan dengan jodium tingtur dan infiltrasi anestesi lokal di garis tengah, diantara umbilikus dan pubis. Kemudian dibuat insisi kecil, kateter dialisa peritoneal dimasukkan ke dalam rongga peritoneal. Ini dapat dibantu/dipermudah oleh otot-otot
abdomen penderta sendiri, dengan jalan meikan kepala penderita. Kateter ini harus dipegang dengan kedua tangan, untuk mencegah tercebur secara acak ke dalam rongga abdomen.
Tehnik yang lebih aman adalah dengan membuat insisi sepanjang 1 cm pada fasia, dan kateter di masukkan ke dalam rongga peritoneal dengan pengamatan secara langsung. Pisau ditarik dan kateter dimasukkan secara hati-hati ke pelvis ke arah rongga sakrum. Adanya aliran darah secara spontan pada kateter menandakan adanya perdarahan secara positif. Tetapi ini jarang terjadi. Masukan 1000 cc larutan garam fisiologis ke dalam rongga peritoneal (jangan larutan dextrose), biarkan cairan ini turun sesuai dengan gaya grvitasi. Adanya perdarahan intraabdominal ditandai dengan warna merah seperti anggur atau adanya hematokrit 1% atau lebih pada cairan tersebut (cairan itu keluar kembali). Bila cairan tetap, bening atau hanya sedikit berubah merah tandanya negatif.

PENATALAKSANAAN
1. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika penderita dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan syok (operasi)
2. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma tumpul bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
3. Luka tembus merupakan indikasi dilakukannya tindakan laparatomi eksplorasi bila ternyata peritonium robek. Luka karena benda tajam yang dangkal hendaknya diekplorasi dengan memakai anestesi lokal, bila rektus posterior tidak sobek, maka tidak diperlukan laparatomi.
4. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya memerlukan pembedahan.
5. Laparatomi
Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung. Gumpalan kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu sendiri
Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah perdarahan teratasi.
Melalui ekplorasi yang seksama amati dan teliti seluruh alat-alat di dalamnya. Korban trauma tembus memerlukan pengamatan khusus terhadap adanya kemungkinan perlukaan pada pankreas dan duodenum.
Hematoma retroperitoneal yang tidak meluas atau berpulsasi tidak boleh dibuka.
Perlukaan khusus perlu diterapi
Rongga peritoneal harus dicuci dengan larutan garam fisiologis sebelum ditutup
Kulit dan lemak subcutan dibiarkan terbuka bila ditemukan kontaminasi fekal, penutupan primer yang terlambat akan terjadi dalam waktu 4 - 5 hari kemudian.


PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan aspek penting pada trauma abdomen karena trauma ini membutuhkan tindakan segera. Hal-hal yang dikaji meliputi : (Sorensen 1987)
1. Kumpulkan riwayat tentang kejadian trauma.
2. Kaji pasien terhadap tanda-tanda distensi abdomen lanjut. Adanya nyeri tekan, gerakan usus tak teratur, kaku otot., bunyi usus hilang, hipotensi dan syok.
3. Auskultasi bunyi usus, tidak adanya bunyi usus merupakan tanda terlibatnya intraperitoneal. Bila terdapat tanda-tanda iritasi peritoneal biasanya dilakukan ekploprasi celiotomy.
4. Catat semua keadaan fisik pasien seprti; pemeriksaan yang dilakukan.
5. Amati adanya cedera dada yang sering merupakan penyerta

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah yang timbul pada trauma abdomen sering merupakan masalah medis yang perlu penanganan segera seperti perdarahan,syok hipovolemik, potensial infeksi, dan tetanus.
Diagnosa keperawatan muncul terutama setelah akibat prosedur pembedahan abdominal yang dilakukan. Menurut Sparks 1991 diagnosa keperawatan pada pasien laparatomi meliputi :
Potensial infeksi sehubungan dengan adanya luka operasi
Potensial injuri sehubungan dengan gangguan aktifitas
Nyeri sehubungan dengan adanya luka operasi
Potensial kerusakan integritas kulit stoma sehubungan dengan perembesan sekresi cairan dari drainage.
Gangguan body image sehubungan dengan adanya kolostomy (stoma)

RENCANA TINDAKAN
Tujuan yang ingin dicapai adalah mengurangi penyulit seperti; perdarahan, mengenal tanda-tanda awal komplikasi dan mengatasi nyeri yang dialami pasien.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Theodore, R. Schrock, M.D, Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran
Purnawan Junadi, et al , Kapita Selekta Kedokteran , edisi ke II , Media Aesculapius, FK-UI 1982.
Marylin Doenges, Nursing Care Plans,F.A Davis Company, Philadelpia, 1984

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Photobucket