Sabtu, 15 Januari 2011

Askep Nefrotik Sindrom

ASUHAN KEPERAWATAN NEFROTIK SINDROM


A. PENGERTIAN
Nefrotik sindrom adalah kumpulan gejala degenerasi ginjal tanpa adanya peradangan, ditandai dengan oedema, albuminuria dan penurunan albumin dalam serum(Ramali, 2003, hal 230).
Nefrotik sindrom berkaitan erat dengan proteinuria(Tisher, 1997, hal 37).
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan manifestasi klinis (di tandai proteinuria masif lebih dari 3,5 gram per 1, 73 m2 luas permukaan badan perhari dan hipoalbuminemia kurang dari 3 gram per milliliter) dan berhubungan dengan kelainan glomerulus akibat penyakit - penyakit tertentu atau tidak diketahui / idiopatik(Soeparman, 1990, hal 282)
Sindrom nefrotik adalah penyakit yang terjadi secara tiba-tiba, biasanyan berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proeinuria berat. Tanda yang terlihat jelas adalah oedema pada kaki dan genetalia (Mansjoer, 1999, hal 525).
Sindrom nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia, kadang – kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997, hal 304)
Dari beberapa pengertian diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa nefrotik sindrom adalah suatu penyakit degenerasi fungsi ginjal yang ditandai dengan oedema, albuminuria, dan penurunan albumin serum yang diakibatkan oleh penyakit - penyakit tertentu yang terjadi secara tiba-tiba.

B. ETIOLOGI
Mansjoer (1999, hal 525) menyatakan bahwa penyebab sindrom nefrotik pada orang dewasa adalah :
1. Glomerulonefritis primer ( sebagian besar tidak diketahui sebabnya )
Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis kelainan minimal
Glomerulonefritis membranoproliperatif
Glomerulonefritis pascastreptokokok
2. Glomerulonefritis sekunder
Lupus Eritemotosus Sistemik (LES)
Obat (emas, pensilalanin, anti inflamsi nonsteroid)
Neoplasma (kanker payudara, kolon, bronkus)
Penyakit sistemik yang mempengaruhi glomerulus (diabetes, amiloidosis).
Sedangkan Tisher (1997, hal 38) menyebutkan bahwa penyebab nefrotik sindrom ada 2 yaitu kelainan primer glomerulus dan kelainan sekunder yakni :
1. Kelainan primer glomerulus
Proteinuria ortostatik atau postural (benigna)
Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranoproliferatik idiopatik
Glomerulonefritis fokal segmental
Nefropati IgA
Penyakit lesi minimal
Glomerulonefritis proliferatif
2. Kelainan sekunder
Herediter – familial : diabetes mellitus, sindrom Alport, penyakit sel sabit
Autoimun ; lupus eritematosus sistemik (LSE), sindrom Goodpasture, granulomatosis wegener, poliartesis nodosa, rematoid arthritis
Infeksi : postinfeksi glomerulonefritis, endokarditis, hepatitis B.
Obat : agen inflamasi nonsteroid, heroin, emas, merkuri
Neoplasma : penyakit Hodgkin, leukemia, multiple mieloma
Lain - lain : amiloidosis, preeklampsia-eklampsia, hipertensi renovaskular, nefritis interstitial, demam, olahraga.


C. PATOFISIOLOGI
Pada individu yang sehat, dinding kapiler glomerrolusberfungsi sebagai sawar untuk menyingkirkan protein agar tidak memasuki ruangan urinarius melalui diskriminasi ukuran dan muatan listrik(Tisher, 1997, hal 37).
Dengan adanya gangguan pada glomerulus, ukuran dan muatan sawar selektif dapat rusak sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran glomerolus. Proses penyaringan pun menjadi terganggu.molekul protein yang seharusnya mampu tersaring oleh glomerulus, tidak dapat tersaring. Sehingga urine mengandung protein(Tisher, 1997, hal 37).
Sebagian besar protein dalam urine adalah albumin. Dengan banyaknya albumin yang keluar bersama urine, mengakibatkan kandungan albumin dalam darah menjadi rendah yang disebut hipoalbuminemia(Mansjoer, 1999, hal 526)
Rangkaian keadaan yang menunjukkan mulai dari proteinuria sampai sindrom nefrotik tergantung pada perkembangan dari hipoalbuminemia.hipoalbuminemia mengurangi tekanan onkotik plasma, dan kemudian mengakibat perpindahan cairan intravaskular ke ruang interstitial. Perpindahan cairan ini akan menjadikan volume cairan intravaskular menurun, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke ginjal / volume darah efektif menurun(Soeparman, 1990, hal 286).
Ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin - angiotensin dan sekresi aldosteron yang kemudian mengakibatkan retensi natrium dan air. Kejadian ini menimbulkan edema perifer, anasarka dan asites. Kondisi hipoalbuminemia juga mempengaruhi respon imun seseorang.faktor imun Ig G menurun sehingga penderita nefrotik sindrom lebih peka terhadap semua macam infeksi(Soeparman, 1990, hal 286)
D. MANIFESTASI KLINIK
Pada penderita Sindrom Nefrotik, edema merupakan gejala klinik yang menonjol. Kadang - kadang mencapai 40 % dari pada berat badan dan didapatkan edema anasarka. Pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin (85-95%) sebanyak 10 - 15 gram perhari. Selama edema masih banyak biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin, granula, lipoid; terdapat pula sel darah putih. Pada fase non nefritis, uji fungsi ginjal tetap normal atau meninggi. Dengan perubahan yang progresif di glomerulus terdapat penurunan fungsi ginjal pada fase nefrotik.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin - globulin yang terbalik. Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi sedangkan kadar ureum normal. Pada keadaan lanjut biasanya terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia(Ngastiyah, 1997, hal 306).
Mansjoer(1999, hal 526) menyatakan bahwa gejala utama yang ditemukan pada penderita nefrotik sindrom adalah :
3. proteinuria > 3,5 g / hari
4. hipoalbuminemia
5. edema anasarka
6. hiperlipidemia / hiperkolesterolemia
7. hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.
8. hematuria, hipertensi
Pada kasus berat dapat ditemukan gagal ginjal.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan urine dan darah untuk memastikan adanya proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. Biasanya ditemukan hematuria mikroskopik lebih dari 20 eritrosit /luas permukaan badan. Pemeriksaan darah lengkap juga diperlukan untuk mencari mikroangiopati, pemeriksaan imunologi untuk menentukan adanya Lupus Eritematosus Sistemik(Mansjoer, 1999, hal 528).
Selain itu, untuk menunjang diagnosa, perlu dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal berupa urin mikroskopik, ureum, kreatinin, elektrolit, dan protein urin(Tisher, 1997, hal 40).
Untuk pengawasan kemajuan penderita Sindrom Nefrotik, dilakukan pengukuran dan pencatatan berkala dari tekanan darah, keseimbangan cairan serta berat badan( Mansjoer, 1999, hal 528).

F. PENATALAKSANAAN
Ngastiyah(1997, hal 306) menjelaskan penatalaksanaan penderita Sindrom Nefrotik adalah sebagai berikut:
a. Medis
Pengobatan :
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit.
2. Diet tinggi protein 2-3 gram/kgBB/hari dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
3. Diuretik
4. Kortikosteroid. Berikan prednison peroral dengan dosis awitan 60 mg/hari/luas permukaan badan(lbp) selama 28 hari. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lbp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari.

5. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
6. Berikan obat digitalis bila ada indikasi gagal jantung.
b. Keperawatan
Penderita sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit karena memerlukan pengawaan dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah edema anasarka, diet, risiko terjadi komplikasi dan pengawasan mengenai pengobatan/gangguan rasa aman dan nyaman.


G. PATHWAYS KEPERAWATAN

H. FOKUS KEPERAWATAN
Dalam pengelolaan kasus, penulis menggunakan metode proses keperawatan secara sistematis dan efisien dalam memecahkan masalah keperawatan, meliputi :
1. pengkajian
Pada pengkajian klien dengan nefrotik sindrom, penulis menggunakan format pengkajian konseptual Gordon yang terdiri dari 11 pola. Hal ini dikarenakan format ini menunjang dan mempermudah dalm memperoleh data focus.
Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola konseptual Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000, hal 20) dan Carpenito(2001).
a. Persepsi kesehatan
Tanyakan tentang alasan klien masuk rumah sakit, riwayat kejadian , keluhan utama, riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan nefrotik sindrom, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat gaya hidup klien.
b. Pola nutrisi metabolik
Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status nutrisi klien dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta observasi adanya oedema anasarka.


c. Pola eliminasi
Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi perubahan pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.
d. Pola aktivitas
Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda kelelahan,
e. Kebutuhan istirahat tidur
Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit
f. Pola persepsi kognitif
Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang di deritanya.
g. Pola persepsi diri
Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri, konsep diri.
h. Pola hubungan sosial
Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.
i. Pola seksualitas
Kaji kebutuhan seksual klien
j. Pola mekanisme koping
Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya
k. Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa penyakitnya adalah ujian dari Allah SWT.
Selain itu, lakukan pemeriksaan fisik pada klien meliputi penkajian edema yang tampak, bengkak di mata, kaki, tangan, wajah dan genital, serta catat derajat pitting.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul dan intervensinya :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulator ginjal dengan retensi air dan natrium(Tucker,1998, hal 578).
Kriteria hasil :
Menunjukkan keluaran urine tepat dengan hasil laboratorium mendekati normal.
BB stabil, TTV dalam batas normal, tak ada edema.
Keseimbangan masukan dan pengeluaran.
Intervensi :
1. Pantau keluaran urine, catat jumlah dan warna
Rasional : keluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi.

2. Pantau / hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam.
Rasional : terapi diuretik dapat diakibatkan oleh kehilangan cairan tiba - tiba berlebihan meskipun edema masih ada.
3. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4. Ubah posisi dengan sering, tinggikan kaki bila duduk.
Rasional : pembentukan edema, nutrisi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi lama merupakan stressor yang mempengaruhi intregitas kulit.
5. Kaji TTV terutama tekanan darah.
Rasional : hipertensi menunjukkan kelebihan natrium, serta dapat menunjukkan terjadinya kongesti paru, gagal jantung.
6. Pertahankan asupan cairan, pembatasan asupan natrium sesuai indikasi.
Rasional : asupan narium yang terlalu tinggi memperberat kondisi edema.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, prosedur invasif dan kateterisasi(Doengoes, 2000, hal 622)
Kriteria hasil:
Tak mengalami tanda / gejala infeksi.
Intervensi :
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan perawat.
Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang.
2. Pertahankan prinsip aseptik dalam setiap tindakan keperawatan yang berhubungan dengan area invasive dan kateterisasi.
Rasional : membatasi introduksi bakteri kedalam tubuh.
3. Lakukan perawatan kateter rutin dan perawatan infuse.
Rasional : Meningkatkan rasa nyaman klien serta mencegah kontaminasi bakteri ke tubuh.
4. Kaji intregitas kulit.
Rasional : ekskorisi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder.
5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia(Engram, 1999, hal 131)
Kriteria hasil :
Mempertahankan / meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh klien, bebas edema.


Intervensi :
1. Kaji / catat pemasukan diet.
Rasional : membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.
2. Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
3. Tawarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan .
Rasional : meningkatkan nafsu makan .
4. Timbang BB tiap hari.
Rasional : perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
5. Berikan diet tinggi protein dan rendh garam.
Rasional : memenuhi kebutuhan protein, yang hilang bersama urine.
Mengurangi asupan garam untuk mencegah edema bertambah.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan(Doengoes, 2000, hal 58).
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan mobilitas.
Melaporkan perbaikan rasa berenergi.

Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien melakukan aktivitas.
Rasional : sebagai pengkajian awal aktivitas klien.
2. Tingkatkan tirah baring / duduk.
Rasional : meningkatkan istirahat dan keteenangan klien, posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
3. Ubah posisi dengan sering.
Rasional : pembentukan edema, nutrisi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi lama merupakan stressor yang mempengaruhi intregitas kulit.
4. Berikan dorongan untuk beraktivitas secara bertahap.
Rasional : melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit.
5. Ajarkan teknik penghematan energi contoh duduk, tidak berdiri.
Rasional : menurunkan kelelahan.
6. Berikan perawatan diri sesuai kebutuhan klien.
Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien selama intoleransi aktivitas.

e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek diuretik(Swearingen, 2001, hal 77).
Kriteria hasil : Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang, turgor kulit baik, membran mukosa lembab.
Intervensi :
1. Kaji input dan output cairan
Rasional : membantu memperkirakan kebutuhan cairan
2. Pantau Tanda vital
Rasional : perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kadar kehilangan cairan, hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi
3. Anjurkan tirah baring atau istirahat
Rasional : aktivitas berlebih dapat meningkat kebutuhan akan cairan.
4. Berikan cairan sesuai indikasi
Rasional : penggantian cairan tergantung dari berapa banyaknya cairan yang hilang atau dikeluarkan.

f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema anasarka(Carpenito, 2001, hal 304)
Kriteria hasil :
Mempertahankan kulit utuh.
Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
1. Inspeksi kulit terhadap penebalan, warna, turgor, vaskularisasi.
Rasional : menandakan area sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan pembentukan dekubits
2. Inspeksi area tergantung terhadap edema.
Rasional : jaringan edema cenderung rusak
3. Berikan perawatan kulit.
Rasional : memberikan rasa nyaman dan mencegah terjadi komplikasi kulit.
4. Ubah posisi dengan sering.
Menurunkan tekanan pada edema
5. Pertahankan linen kering.
Menurunklan iritasi dermal.

g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas(Doengoes, 2000, hal 642)
Kriteria hasil :
Berpartisipasi pada aktivitas sehari - hari dalam tingkat kemampuan diri.
Intervensi :
1. Tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri.
Rasional : kondisi dasar akan menentukan tingkat kekurangan / kebutuhan.
2. Berikan bantuan dengan aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi kemandirian klien
3. Ajarkan teknik penghematan energi, contoh duduk, melakukan tugas secara bertahap.
Rasional : Menghemat energi, menurunkan kelelahan, meningkatkan kemampuan klien untuk melaksanakan tugas.
4. Libatkan keluarga dalam perawatan klien.
Rasional : memandirikan keluarga agar lebih peduli pada pemenuhan kebutuhan klien, menciptakan rasa nyaman klien.

h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit(Doengoes, 2000, hal 624)
Kriteria hasil :
Menunjukkan respon pemahaman terhadap penyakitnya dan mengetahui bagaimana perawatannya.
Intervensi :
1. Kaji status pendidikan klien.
Rasional : menentukan status awal pengetahuan klien.
2. Kaji pengetahuan klien akan penyakitnya, prognosanya, dietnya dan hal - hal yang perlu dilakukan klien agar memperingan gejala yang muncul.
Rasional : Menentukan sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakit yang dideritanya.
3. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit klien.
Rasional : menentukan pengetahuan keluarga akan penyakit klien.
4. Berikan penyuluhan kesehatan tentang penyakitnya termasuk diet dan perawatannya.
Rasional : memberikan informasi yang actual yang mampu merubah persepsi klien tentang penyakitnya.


H. Daftar Pustaka
Mansjoer, A, Triyanti, K, Savitri, R, Wardani, W. I, Setiowulan, W. (1999). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Jakarta: Media Ausculapius FKUI.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Tisher, C. C, Wilcox, C. S. (1997). House Officer Series Nephrology, 3/E (Buku Saku Nefrologi, E/3). Jakarta: EGC.
Lampiran 3


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Photobucket