Selasa, 03 Januari 2012

Askep Pada Pasien Limfoma Non Hodgkin

TINJAUAN PUSTAKA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LIMFOMA NON HODGKIN

A. BATASAN
Limfoma maligna (LM) adalah proliferasi abnormal sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya, terutama menyerang kelenjar getah bening

B. KLASIFIKASI
1. Limfoma Hodgkin (LH) : patologi khas LH, ada sel – sel Reed Stern berg dan/ atau sel hodgkin
2. Limfoma Non Hodgkin (LNH) : patologi khas non hodgkin

C. ETIOLOGI
Etiologi belum jelas mungkin perubahan genetik karena bahan – bahan limfogenik seperti virus, bahan kimia, mutasi spontan,  radiasi dan sebagainya

D. PATOFISIOLOGI DAN GAMBARAN KLINIS
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penymbatan organ tubuh yang diserrang dengan gejala yang bervariasi luas. Sering ada panas yang tak jelas sebabnya, penurunan berat badan
Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejalanya tergantung pada organ yang diserang, gejala sistemik adalah panas, keringat malam, penurunan berat badan.

E. DIAGNOSTIK
Pemeriksaan minimal :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik : ada tumor sistem limfoid, febris keringhat malam, penurunan berat badan, limfadenopati dann hepatosplenomegali
Pemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit, LED, hapusan darah, faal hepar, faal ginjal, LDH.
Pemeriksaan Ideal
Limfografi, IVP, Arteriografi. Foto organ yang diserang, bone – scan, CT – scan, biopsi sunsum tulang, biopsi hepar, USG, endoskopi

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan histopatologi. Untuk LH memakai krioteria lukes dan butler (4 jenis). Untuk LNH memakai kriteria internasional working formulation (IWF) menjadi derajat keganasan rendah, sedang dan tinggi
Penentuan tingkat/stadium penyakit (staging)
Stadium ditentukan menurut kriteria Ann Arbor (I, II, III, IV, A, B, E)
Ada 2 macam stage : Clinical stage dan
Pathological stage
F. DIAGNOSA BANDING
1. Limfadenitis Tuberculosa : Histopatologi, kultur, gejala klinik
2. Karsinoma metastatik  ada tumor primernya, jenis PA adalah karsinoma]
3. Leukemia, mononukleus Infeksiosa : gambaran hematologik

G. PENATALAKSANAAN
LIMFOMA HODGKIN
1. Therapy Medik 
Konsutasi ke ahli onkologi medik (biasanya RS type A dan B)
Untuk stadium II b, II E A dan B IV dan B, yherapi medik adalah therapy utama
untuk stadium I B, I E A dan B terapy medik sebagai terapy anjuran
misalnya :
obat minimal terus menerus tiap hari atau dosis tinggi intermittenddengan siklofosfamid
dosis : 
- Permulaan 150 mg/m 2, maintenance 50 mg, m 2 tiap hari atau
- 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu
Obat kombinasi intermittend siklofosfamid (Cyclofosfamid), vinkistrin (oncovin), prednison (COP)
Dosis :
C : Cyclofosfamid 1000 mg/m 2 iv hari I
O : Oncovin 1,4 mg/m 2 iv hari I
P : Prednison 100 mg/m 2 po hari 1 – 5
Diulangi selang 3 minggu 
Ideal :
Kombinasi obat mustargen, vinkistrin (oncovin), procarbazine, prednison (MOPP)
Tidak ada formularium RSUD Dr Soetomo
2. Therapy Radiasi dan bedah
Konsultasi dengan ahli yang bersangkutan
Sebaiknya melalui tim onkology (biasanya di RS type A dan B)

LYMFOMA NON HODGKIN
1. Therapy Medik
Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B)
Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
Tanpa keluhan : tidak perlu therapy
Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.
Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti pada LH diatas
Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai terapy utama
Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran
Minimal : seperti therapy LH
Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin, prednison (CHOP) dengan dosis :
C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
H : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I
P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu 
Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang (CHOP)
Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B
2. Therapy radiasi dan bedah
Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya melalui yim onkology ( di RS type A dan B)

H. KOMPLIKASI
Tranfusi leukemik 
Superior vena cava syndrom
Ileus

KRITERIA DIAGNOSIS LNH
Riwayat pembesaran kelenjar getah bening atau timbulnya massa tumor di tempat lain 
Riwayat demam yang tidak jelas
Penurunan berat badan 10 % dalam waktu 6 bulan
Keringat malam yang banyak tanpa sebab yang sesuai
Pemeriksaan histopatologis tumor, sesuai dengan LNH
Ideal : jika klafisikasi menurut REAL, gradasi malignitas menurut International Working Formulation

LANGKAH PENTAHAPAN (STAGING)
Pemeriksaan Laboratorium lengkap, meliputi :
Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED
Gula darah
Fungsi hati termasuk y – GT, albumin, dan LDH
Fungsi ginjal
Imunoglobulin
Pemeriksaan biopsi kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui sub type LNH, bila perlu sitologi jarum halus (FNAB) ditempat lain yang dicurigai
Aspirasi dan biopsi sunsum tulang
Ct – Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah bening pada aorta abdomonal atau KGB lainnya massa tumor abdomen dan metastases  ke bagian intra abdominal
Pencitraan thoraks (PA & lateral) untuk mengatahui pembesaran kelenjar media stinum, b/p CT scan thoraks
Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan dengan tindakan gstroskopy
Jika diperlukan pemeriksaamn bone scan  atau bone survey untuk melihat keterlibatan tulang
Jika diperlukan biopsi hati ( terbimbing )
Catat performance status
Stadium berdasarkan Aun Amor
Untuk ekstra nodal stadium berdasarkan kriteria yang ada

THERAPY
Pilihan Pengobatan
Derajat keganasan rendah (DKR/Indolen) : pada prinsipnya simptomatik 
Kemo therapy  : obat tunggal atau ganda (peroral), jika dianggap perlu (cychlopospamide, oncovin dan prednison)
Radiotherapy : low dose TOI + involved field radiotherapy atau involved field radiotherapy saja
Derajat keganasan menengah (DKM)/Agresif Lymfoma
Stadium I : kemotherapy (CHOP/CHV mp/BU) + Radiotherapy
Stadim II – IV : Kemotherapy parenteral kombinasi, radio therapy berperan untuk tujuan paliasi
Derajat kegansan tinggi (DKT)
DKT limfoblastik (LNH – Limfoblastik)
Selalu diberikan pengobatan seperti leukemia lymfoblastik acut (LLA)
Reevaluasi hasil pengobatan dilakukan pada :
1. Setelah siklus kemotherapy keempat
2. Setelah siklusn pengobatan lengkap

PENYULIT
Akibat langsung penyakitnya :
a. Penekanan  terhadap organ, khususnya jalan nafas, usus dan saraf
b. Mudah terjadi infeksi, bisa total
Akibat efek samping pengobatan
a. Aplasi sunsum tulang
b. Gagal jantung akibat golongan obat antrasiklin
c. Gagal ginjal akibat sisplatinum
d. Kluenitis akibat obat vinkristin
e. dll

A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 
1. Pengkajian 
A. Pengumpulan data
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor regester, tanggal Masuk Rumah Sakit , diagnosa medis
b. Keluhan Utama 
Keluhan yang paling dirasakan adalah nyeri telan
c. Riwayat penyakit sekarang
Alasan MRS
Menjelaskan riwayat penyakit yang dialami adalah pasien mengeluh nyeri telan dan sebelum MRS mengalami kesulitan bernafas, penurunan berat badan, keringaty dimalam hari yang terlalu banyak, nafsu makan menurun nyeri telamn pada daerah lymfoma
Keluhan waktu didata
Dilakukan pada waktu melakukan pengkajian yaitu keluhan kesulitan bernafas, dan cemas atas penyakit yang dideritanya 

Riwayat kesehatan Dahulu
Riwayat Hypertensi dan Diabetes mielitus perlu dikaji dan riwayat pernah masuk RS dan penyakit yang pernah diderita oleh pasien

d. Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat riwayat pada keluarga dengan penyekit vaskuler : HT, penyakit metabolik :DM atau penyakit lain yang pernah diderita oleh keluarga pasien
e. ADL
Nutrisi : Perlu dikaji keadaan makan dan minum pasien meliputi : porsi yang dihabiskan susunan menu, keluhan mual dan muntah, sebelum atau pada waktu MRS, dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit, terutama menyangkut dengan keluhan utama pasien yaitu kesulitan menelan
Istirahat tidur : dikaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam sehari dan apakan ada kesulitan waktu tidur dan bagaimana perunbahannya setelah sakit klien dengan LNH
Aktifitas : Aktifitas dirumah ataua dirumah sakit apakah ada kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktifitas, pada klien ini biasanya terjadi perubahan aktifitas karena adanya limfoma dan penuruna aktifitas sosial karena perubahan konsep diri
Eliminasi : Mengkaji kebiasaan eliminasi alvi dan uri meliputi jumlah, warna, apakah ada gangguan.
Personal Hygiene : mengkaji kebersihan personal Hygienemeliputi mandi, kebersihan badan, gigi dan mulut, rambut, kuku dan pakaian dan kemampuan serta kemandirian dalam melakukan kebersihan diri
f. Data Psikologi
Perlu dikaji konsep diri apakah ada gangguan dan bagaimana persepsi klien akan penyakitnya terhadap konsep dirinya
Perlu dikaji karena pasien sering mengalami kecemasan terhadfap penyakit dan prosedur perawatan
g. Data Sosial
Bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan bagaiman peran klien dirumah dan dirumah sakit
Pada klien dengan LNH mungkin terjadi gangguan interaksi sosial karena perubahan body image sehingga pasien mungkin menarik diri
h. Data Spiritual
Bagaimana persepsi klien terhadap penyakit dan hubungan dengan agama yang dianut
i. Pemeriksaan Fisik
Secara umum
Meliputi keadaan pasien 
Kesadaran pasien
Observasi tanda – tanda vital : tensi, nadi, suhu dan respirasi
TB dan BB untuk mengetahui keadaan nutrisi
Secara khusus :
Dilakukan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi yamh meliputi dari chepalo kearah kauda terhadap semua organ tubuh antara lain
Rambut
Mata telinga
Hidung mulut
Tenggorokan
Telinga
Leher sangat penting untuk dikaji secara mendetail karena LNH berawal pada serangan di kelenjar lymfe di leher mel;iputi diameter (besar), konsistensi dan adanya nyeri tekan atau terjadi pembesaran
Dada Abdomen
Genetalia
Muskuloskeletal
Dan integumen
j. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium. EKG, Rontgen thoraks serta therapy yang  diperoleh klien dari dokter

B. Analisa Data
Data yang dikumpulkan dikelompokkan meliputi : data subyektif dan data obyektif kemudian dari data yang teridentifikasi masalah dan kemungkinan penyebab dapat ditentukan yang menjadi acuan untuk menentukan diagnosa keperawatan.

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah tahap dari perumusan masalah yang menentukan masalah prioritas dari klien yang dirawat yang sekaligus menunjukkan tindakan prioritas sebagai perawat dalam mengahadapi kasus LNH.

2. Perencanaan
Membuat rencana keperawatan dan menentukan pendekatan yang dugunakan untuk memecahkan masalah klien. Ada 3 tahap dalam fase perancanaan yaitu menetukan prioritas, menulis tujuan dan perencanan tindakan keperawatan.

3. Pelaksanaan.
Pelaksanaan merupakan realisasi dari rencana keperawatan yang merupakan bentuk riil yang dinamakan implementasi, dalam implementasi ini haruslah dicatat semua tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien dan setiap melakukan tindakan harus didokumentasikan sebagai data yang menentukan saat evaluasi.

4. Evaluasi
Evaluasi adalaha merupakan tahapa akhir dari pelaksaan proses keperawatan dan asuhan keperawatan evaluasi ini dicatatat dalam kolom evaluasi dengana membandingkan data aterakhir dengan dengan data awal yang juga kita harus mencatat perkembangan pasien dalam kolom catatan perkembangan.


Askep Pasien Dengan Hiv Aids

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS

Konsep Dasar
I. Pengertian
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.

II. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.                    5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).


III. Patofisiologi :

IV. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- Hematokrit.
- LED
- CD4 limfosit
- Rasio CD4/CD limfosit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobulin

V. Penatalaksanaan

Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian.
1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
2. Penampilan umum : pucat, kelaparan.
3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis,  SOB, menggunakan otot  Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
12. Gu : lesi atau eksudat pada genital,
13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

II. Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.


III. Perencanaan keperawatan.
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat. 1. Monitor tanda-tanda infeksi baru.
2. gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan.
3. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen.
4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order   Untuk pengobatan dini
Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit.

Mencegah bertambahnya infeksi


Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

Mempertahankan kadar darah yang terapeutik
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
  Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC. 1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.
2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.
Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini

Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
  Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas. 1. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
2. Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
3. Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
Respon bervariasi dari hari ke hari

Mengurangi kebutuhan energi

Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
  Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol, pasien makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit. 1. Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.
2. Monitor BB, intake dan ouput
3. Atur antiemetik sesuai order
4. Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.
Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut
Menentukan data dasar
Mengurangi muntah
Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien

Diare berhubungan dengan infeksi GI
  Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut hilang, 1. Kaji konsistensi dan frekuensi  feses dan adanya darah.
2. Auskultasi bunyi usus
3. Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
4. Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside Mendeteksi adanya darah dalam feses

Hipermotiliti mumnya dengan diare
Mengurangi motilitas usus,  yang pelan, emperburuk perforasi pada intestinal
Untuk menghilangkan distensi
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.
  Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif 1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga.
Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana.





Daftar Pustaka

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto.

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Askep Pasien Dengan Glaukoma

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GLAUKOMA


I. Pengertian
Glaukoma adalah penyakit mata akibat dari tekanan intra okular (TIO) yang tinggi, dimana didapatkan tekanan TIO tinggi, kelainan syaraf optik dan kelainan lapangan pandang.
TIO normal 15-20 mmHg.
Tekanan > 21 mmHg sudah harus diikuti teliti
TIO dipertahankan karena adanya dinamika akuos humor dalam mata. Gangguan dari dinamika ini akan mengakibatkan TIO naik/ tinggi, terjadi glaukoma 

II. Dinamika akuos humor
Pembentukan akuos humor pada taju siliar dari badan siliar, lalu mengalir ke bilik mata belakang, melalui pupil ke bilik mata depan, kemudian ke sudut bilik mata depan masuk ke sistim pembuangan yaitu trabekular meshwork, kaal schlemm, saluran intra sklera kemudian dibuangke vena-vena episklera dan konyungtiva.


Pembentukan  : badan siliar (taju siliar)

Bilik mata belakang (BMB)

Pupil
Pengaliran
Bilik mata depan (BMD)

Sudut bilik mata depan

Trabekular meshwork

Kanal Schlemm
Pembuangan
Saluran-saluran intra sklera

Sistim vena episklera & konyungtiva

III. Gangguan dinamika akuos humor :
1. Pembentukan yang berlebihan : jarang terjadi.
2. Hambatan pengaliran :
1) Blok pada pupil
2) Suduk bilik mata depan tertutup
3) Keadaan ini biasanya mendadak (akut) TIO sangat tinggi, timbul glaukoma akut.
3. Hambatan pada pembuangan
1) Pada trabekular meshwork
2) Kanal schlemm
3) Saluran intra sklera
4) Sudut bilik mata depat tetap terbuka
5) Hambatan pembuangan mengakibatkan naiknya TIO secara perlahan sehingga timbuk glaukoma kronis.






IV. Patofisiologi
1. Glaukoma akut.



Usia Anatomi


Kemunduran BMD. sempit


Lensa > ke depan BMD. dangkal
Lensa > tebal

Faktor pencetus


Emosi Sinar terang Obat-obatan


Dilatasi pupil


Blok pupil (Hambatan pupil)

Iris Ke depan kornea


Trabeculae tertutup

Tio meningkat Hambatan drainage

Peregangan koenea N. Opticus

Nyeri Visus

Cornea kabut oedem Gagguan persepsi sensori visual

Vagus Resiko cedera

Mual – muntah Perubahan pola nutrisi

2. Glaukoma kronis
Kelainan pada trabekel
Kelainan pada kanal slem
Kelainan saluran intra sklera

Hambatan

Tekanan meningkat

Ischemia

Atropi

Serat syaraf optik terdesak

Cupping

Gangguan lapang pandang

Samping

Buta
V. Klasifikasi :
Glaukoma primer
Paling sering
Penyebab tidak diketahui
Didapatkan pada orang yang memiliki bakat glaukoma (struktur) yang berhubungan dengan sirkulasi / reabsorbsi / outflow aquoshumor mengalami perubahan patologis / degeneratif.
Gangguan pengeluaran aquos humor (BMD sempit).
Kelainan pertumbuhan sudut BMD (ganiosdisgenesis = Trabekulogenesis, iridogenesis, korniodigenesis)
Glaukoma primer dapat dibagi :
1. Glaukoma sudut terbuka (simplek) kronis
Paling sering (90%)
Bilateral, salah satu lebih berat
Tidak ada gejala pada tahap awal
Sudut BMDterbuka normal
Ada hambatan aliran aquos humor Jika jangka lama :
Syaraf optik degenerasi
Degenerasi sel ganglion
Atropi iris dan siliare,degenerasi prosesus.
Pembuluh darah papil bergeser ke nasal dan daerah papil yang terkena atropi (warna putih abu-abu bukan merah jambu).
Diturunkan secara genetik
Resiko pada : Individu umur > 40 tahun
Klien mengeluh stadium lanjut 
Mata terasa berat, pusing
Penglihatan kabur
Halo disekitar cahaya.
Tanda-tanda lain :
Kelainan lapang pandang dan papil syaraf
Membesarnya titik buta
Skotoma bjerum (bentuk busur yang berhubungan dengan bintik buta).
Pemeriksaan diagnostik
Tonometri
Pemeriksaan okuler (ganioskopi).

2. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma akut / Glaukoma sudut sempit
Sedikit terjadi
Onset terjadi tiba-tiba (gawat darurat)
Mekanisme dasar
Penyempitan sudut dan perubahan bentuk iris ke anterior      menekan kornea + menekan sudut mata       aquor humor tidak bisa mengalir keluar (BMD meningkat).
Bersifat acut / sub acut / kronis.
Glaukoma sudut tertutup kronis
Nyeri beberapa jam (hilang kalau tidur sebentar)
Oleh karena peningkatan TIO (> 75 mmHg)
Halo disekitar cahaya
Headache, mual, muntah, bradikardi (reflek okulokardiak)
Penglihatan kabur dan berkabut, oedema kornea.
Penurunan lapang pandang 
Mata : tanda kongesti / peradangan
Kelopak mata bengkak, mata merah.
TIO sangat tinggi : pupil dilatasi, kornea suram, dan oedema, papil optik hiperemis, oedema, mata keras.
Lensa keruh
Tajam penglihatan turun
Klien terlihat sakit berat.
Resiko pada klien 
a. Klien hipermetropia
b. Lansia : lensa membesar.
Pemeriksaan diagnostik
a. Tonometri
b. Pemeriksaan okular
c. Ganioskopi (BMD )
d. Uji profokasi:
Uji kamar gelap
Klien duduk 1 jam, Tidak tidur jika TIO meningkat 8 mmHg : hambatan aliran jika pupil dilatasi.
Uji posisi tengkurap
Jika TIO meningkat 8-10 mmHg GS tertutup , pastikan dengan ganioskopi.
VI. Penatalaksanaan
Glaukoma sudut terbuka / simplek
a. Obat-obat miotik
Golongan kolinergik ( pilokarpin 1-4 % 5 kali sehari) Karbakol 0,75 – 3 %
Golongan antikolineoterase (demekarium bromid, humorsol 0,25 %) pilokarpin 0,25.
b. Obat-obta penghambat sekresi aqioshumor (adrenergik)
Timolol (tetes 0,25 dan 0,5 % 2 x sehari)
Epineprin 0,5 – 2 % 1-2 x sehari
c. Carbonican hidrase inhibitor
Asetazolamid (diamok 125-250 mg 4 x sehari
Diklorfenamid (metazolamid)
d. Trabekuloplatilaser dan iridektomi
e. Tindakan bedah trabekulektomi
2. Glaukoma sudut tertutup / akut
a. Bahan hiperosmotik
(i) Gliserin (gliserol) p.o 1cc / kg BB. Dalam larutan 50 % air jeruk
Manitol 20 % IV. 1-2 gram / Kg BB diberikan 60 tetes / menit.
b. Miotikum pilokarpin 2-4 % 1 tts 3 x 5 menit kemudian 1 tts. 30 menit /2 jam. Selanjutnya 1 tts / jam sampai operasi.
c. Karbonikan hidrase inhibitor
Asetasolamit langsung 500 mg / oral (2 tablet) lalu tiap 4 jam 250 mg.
d. Operasi filtrasi

VII. Pengkajian
Data demografi : Usia > 40 tahun
Penyakit keluarga
Riwayat penyakit mata dan riwayat operasi
Riwayat penggunaan obat-obatan (histamin, kostikosteroid)
Riwayat gangguan penglihatan : lama , kapan terakhir periksa mata dan tonometri.
Keluhan (tanda / gejala) Yaitu glaukoma.
1. Pemeriksaan fisik yaitu periksa TIO
b) Ada 2 cara periksa TIO
1) Digital (dengan jari tangan )
2) Alat (tonometer).
(1) DIGITAL
1) Kedua ujung jari telunjuk diletakan pada kelopak mata bagian atas 
2) Klien melirik kebawah (jangan menutup mata, karena bola mata akan naik keatas)
3) Tekan bergantian dengan kedua jari tersebut (seperti memeriksa abses).
(a) Hasil : TIO normal Tn
TIO tinggi : Tn+1, Tn+2, TN+3 dst.
TIO rendah : Tn-1, Tn-2, Tn-3 dst.

TONOMETER :
Tonometer Schiotz alat ini paling sering dipakai dan mudah penggunaanya.
Tonomewter aplanasi dengan alat ini didapatkan hasil yang lebih cermat, tetapi memelurkan slitlamp biomikroskop (mahal).

2. Periksa papil syaraf optik
(i) Alat oftalmoskop
Dilihat papil syaraf optik apakah ada cekungan akibat tekanan yang tinggi (“excavatio” = “cupping”).
Luas cekungan dibanding dengan keseluruhan disk=cup / disc ratio (c/d ratio).
Normal : c/d ratio 0- 0,3
> 0,3 curiga adanya kelainan (kemungkinan juga kongenital).
3. Periksa lapang pandangan
Diperiksa lapang pandangan sebtral dengan alat : TANGEN SCREEN, seluas 30° dari pusat tajam penglihatan.
Untuk mengetahui adanya kerusakan akibat glaukoma
Untuk follow up glaukoma.
4. Periksa bilik sudut mata depan
Sederhana dengan lampu senter, sinari iris dari samping, bila tidak ada bayangan, sudutnya dalam, sedangkan bila ada bayangan iris berarti sudut sempit.
5. Periksa Tajam penglihatan (Visus).
Periksa ini rutin untuk semua klien mata
Pada glaukoma  : Visus 1/60 – 1/300; prognosis tidak baik.
Visus 6/6  harus hati-hati, karena kemungkinan lapang pandanganya sempit.
Visus tidak dapat dipakai sebagai : Ada tidaknya glaukoma
(a) Prognosis gaukoma
Pengkajian psikososial
# Kecemasan
# Mekanisme koping.

VIII. Diagnosa Keperawatan yang mugkin timbul 
1 Perubahan sensori penglihatan b/d rusaknya serabut syaraf karena peningkatan TIO
2. Nyeri b/d peningkatan TIO
3. Ansietas b/d kehilangan penglihatan aktual atau potensial dan dampak penyakit kronis pada gaya hidup
4. Resiko cedera b/d penurunan lapang pandang
5. Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik b/d ketidak cukupan pengetahuan tentang proses penyakit, status klinis kekambuhan, dan rencana pengobatan.

Askep Pasien Gastritis dan Hematmesis Melena

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS DAN HEMATEMESIS MELENA

Pengertian
Gastritis adalah merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik difus, atau lokal. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi- gastritis superfisial akut dan gastritis atrofik kronik.(Silvia A.Price dkk., 1994; 376).


Patofisiologi

Asam dalam lumen + empendu,ASA, Alkohol, lain-lain
Penghacuran epitel sawar
Asam kembali berdifusi ke mukosa
Penghancuran sel mukosa
 Pepsinogen –pepsin                          Asam                             Histamin
Perangsangan kolinergik
Fungsi sawar                                      Potilitas                               Vasodilatasi
                                                            Pepsinogen        Permiabilitas terhadap protein
                                                                                      Plasma bocor ke intestinum
                                                                                                  Edema
Penghancuran kapiler dan vena kecil                        Plasma bocor ke dalam lambung

Perdarahan


Hematemesis





HEMATEMESIS MELENA

Pengertian
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara drah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunun dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.

Askep Pada Pasien Gagal Nafas; Bantuan Ventilasi Mekanik

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN 
DENGAN GAGAL NAFAS
 (BANTUAN VENTILASI MEKANIK)

A. PENGERTIAN
Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.

B. PENYEBAB GAGAL NAFAS
1. Penyebab sentral
a. Trauma kepala : contusio cerebri
b. Radang otak : encephalitis
c. Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak
d. Obat-obatan : narkotika, anestesi
2. Penyebab perifer
a. Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans
b. Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
c. Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ARDS
d. Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax, haematothoraks
e. Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri
C. PATOFISIOLOGI
Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis berkontraksi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif .
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan selama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thoraks paling positif. 


Ventilator


                                                     Tekanan positif inspirasi

                                                          Darah ke jantung        suplai ke otak                  vol tidal
       Terhambat                  kurang                        tinggi

Darah ke atrium kiri                        Venous return b(-)
      Berkurang                                                                       TIK meningkat                 resiko 
                                                                                                                                pneumotorak
                                                       cardiac output menurun
                                                                                Hipotensi               Ggn perfusi jaringan

Kompresi mikro vaskuler                                                                                            Kecemasan
                                           Suplai darah ke paru b(-)             Ggn oksigenasi

D. PEMERIKSAAN FISIK
( Menurut pengumpulan data dasar oleh Doengoes)

1. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, irama ireguler
S3S4/Irama gallop 
Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
Hamman’s sign (bynui udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum)
TD : hipertensi/hipotensi
2. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :   nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan  abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
      Tanda  :  Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
3. Pernapasan
Gejala  :  riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, “lapar udara”, batuk
Tanda :   takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. Kulit : cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor
4. Keamanan
Gejala :  riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
5.  Penyuluhan/pembelajaran
     Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker  
  
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

- Hb   : dibawah 12 gr %
- Analisa gas darah : 
pH dibawah 7,35 atau di atas  7,45
paO2 di bawah 80 atau di atas  100 mmHg
pCO2 di bawah 35 atau di atas  45 mmHg
BE di bawah -2 atau di atas  +2
- Saturasi O2 kurang dari 90 %
- Ro” : terdapat gambaran akumulasi udara/cairan , dapat terlihat perpindahan letak mediastinum

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan pernafasan ventilator mekanik adalah :
1.Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan, proses   penyakit
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungandengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang ETT
4. Cemas berhubungan dengan penyakti kritis, takut terhadap kematian
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang ETT
6. Resiko tinggi komplikasi infeksi saluran nafas berhubungan dengan pemasangan selang ETT
7. Resiko tinggi sedera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas, stress
8. Nyeri berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik, letak selang ETT

G. RENCANA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret

Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan meningkatkan dan mempertahankan keefektifan  jalan nafas

Kriteria hasil :
- Bunyi nafas bersih
- Ronchi (-)
- Tracheal tube bebas sumbatan



Intervensi Rasional
1.Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam atau bila diperlukan
2.Lakukan penghisapan bila terdengar ronchi dengan cara :
a.Jelaskan pada klien tentang tujuan dari tindakan penghisapan
b.Berikan oksigenasi dengan O2 100 % sebelum dilakukan penghisapan, minimal  4 – 5 x pernafasan
c.Perhatikan teknik aseptik, gunakan sarung tangan steril, kateter penghisap steril
d.Masukkan kateter ke dalam selang ETT dalam keadaan tidak menghisap, lama penghisapan tidak lebih 10 detik
e.Atur tekana penghisap tidak lebih 100-120 mmHg 
f.Lakukan oksigenasi lagi dengan O2 100% sebelum melakukan penghisapan berikutnya
g.Lakukan penghisapan berulang-ulang sampai suara nafas bersih
3.Pertahankan suhu humidifier tetap hangat ( 35 – 37,8 C) Mengevaluasi keefektifan bersihan jalan nafas


Meningkatkan pengertian sehingga memudahkan klien berpartisipasi
Memberi cadangan oksigen untuk menghindari hypoxia

Mencegah infeksi nosokomial


Aspirasi lama dapat menyebabkan hypoksiakarena tindakan penghisapan akan mengeluarkan sekret dan oksigen
Tekana negatif yang berlebihan dapat merusak mukosa jalan nafas
Memberikan cadangan oksigen dalam paru


Menjamin kefektifan jalan nafas

Membantu mengencerkan sekret



2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan,proses penyakit, pengesetan ventilator yang tidak tepat

Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan pertukaran gas yang kembali normal

Kriteria hasil :
- Hasil analisa gas darah normal :
PH (7,35 – 7,45)
PO2 (80 – 100 mmHg)
PCO2 ( 35 – 45 mmHg)
BE ( -2 - +2)
- Tidak cyanosis

Intervensi Rasional
1.Cek analisa gas darah setiap 10 –30 mnt setelah perubahan setting ventilator
2.Monitor hasil analisa gas darah atau oksimetri selama periode penyapihan
3.Pertahankan jalan nafas bebas dari sekresi
4.Monitpr tanda dan gejala hipoksia Evaluasi keefektifan setting ventilator yang diberikan
Evaluasi kemampuan bernafas klien

Sekresi menghambat kelancaran udara nafas
Deteksi dini adanya kelainan


3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, peningkatan sekresi, obstruksi ETT

Tujuan : Klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif

Kriteria hasil : 
a. Nafas sesuai dengan irama ventilator
b. Volume nafas adekuat
c. Alarm tidak berbunyi
d.

Intervensi Rasional
1.Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 jam 
2.Evaluasi semua alarm dan tentukan penyebabnya
3.Pertahankan alat resusitasi manual (bag & mask) pada posisi tempat tidur sepanjang waktu
4.Monitor slang/cubbing ventilator dari terlepas, terlipat, bocor atau tersumbat
5.Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff
6.Masukkan penahan gigi (pada pemasangan ETT lewat oral)
7.Amankan slang ETT dengan fiksasi yang baik
8.Monitor suara nafas dan pergerakan ada secara teratur Deteksi dini adanya kelainan atau gangguan fungsi ventilator
Bunyi alarm menunjukkan adanya gangguan fungsi ventilator
Mempermudah melakukan pertolongan bila sewaktu-waktu ada gangguan fungsi ventilator
Mencegah berkurangnya aliran udara nafas

Mencegah berkurangnya aliran udara nafas

Mencegah tergigitnya slang ETT

Mencegah terlepasnya.tercabutnya slang ETT
Evaluasi keefektifan pola nafas










I. DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan,  Edisi 8, EGC, Jakarta

Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC, Jakarta

Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis, Philadelphia

Suprihatin, Titin (2000), Bahan Kuliah Keperawatan Gawat Darurat PSIK Angkatan I, Universitas Airlangga, Surabaya












Intervensi Klien Dengan Shock

INTERVENSI KLIEN DENGAN SHOCK

SHOCK:
Hambatan di dalam peredaran perifer yang menyebabkan perfusi jaringan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme    (Heodove, 1993).
Atau perfusi jaringan yang kurang sempurna.

Perfusi organ sel langsung berhubungan dengan MAP (Mean Arterial Pressure) yang ditentukan oleh volume darah, curah jantung dan ukuran vaskuler.
MAP   (5-10 mmhg)

Aortic dan Carotic sinus (Baroreseptor)

Otak (perfusi oksigenasi organ vital)

Metabolisme an aerobic

Asam lactat   dan jaringan metabolit lain

Kerusakan jaringan depresi miokardial
(Guyton, 1986)
A. Stadium Kompensasi

MAP    >  10 - 15  mmHg
Mekanisme kimia dari ginjal di aktifkan 
Pelepasan renin, ADH, Aldosteron, katekolamin   GFR     output urine   reabsorbsi  Na  meningkat   vasokonstriksi disritmia.
Hipotensi jaringan – organ non vital dan ginjal.
B. Stadium Intermediatte
MAP    >  20 mmHg
Kompensasi tidak begitu lama untuk suply  oksigen.
Hipotensi organ vital,  organ lain mengalami anoxia, ischemic  sel dan jaringan rusak   mengancam jiwa
Koreksi dalam  1 jam
(Golden hour)
C. Irreversible  stage
Anoxia jaringan dan kematian sel meningkat
Sel tersisa

ETIOLOGI
A. HIPOVOLEMIK  SYOCK
Perdarahan
Kehilangan volume darah
Perpindahan cairan dan vaskuler ke interstitial
B. CARDIOGENIK SYOCK
Gangguan pompa jantung, cardiac arrest, aritmia, kelainan katub, degenerasi miokard, infeksi sistemik, obat-obatan. 
C. VASOGENIC  SYOCK
Penurunan tonus simpatik vasodilatasi, peningkatan permeabilitas  kapiler  neurugenic atau kimia (anaphylactic), nyeri berat, stress psikologis, kerusakan neurologic, obat  cholenergik, agent alpha adrenergic block.
D. SEPTIC SYOCK
Organisme penyebab : gram (-) : Esclerichia colii, klebserillia pneumoni, staphylococcus streptococcus.

PREDISPOSISI
Malnutrisi
Luka bakar terbuka
Ischemia GI
Imunosupresi
Interaksi host  toxin merangsang aktivasi complement sistemik
Perubahan organ mikrosirkular
Permeabilitas kapiler meningkat
Injury sel
Peningkatan metabolisme sel
TANDA SHOCK SECARA UMUM
Keadaan umum lemah
Perfusi kulit pecah, dingin, basah
Tachicardia
Vena perifer tidak tampak
TD menurun, sistolik  <  90 mmHg atau turun  >  50  mmHg dari tekanan semula
Hiperventilasi
Sianosis perifer
Gelisah dan kesadaran menurun
Produksi urin menurun
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Fluid volume deficit related to blood los
2. Decrease cardiac output related to decrease  venous return
3. Altered thought process related to decrease cerebral perfusion
PLANNING
1. Fluid volume deficit
Terapi intravena (sesuai dengan jenis shock)
a. kristaloid (untuk mengebalikan cairan – elektrolit)
Ringer lactat
Ringer acetat
normosalin
b. koloid     
(mengembalikan  volume plasma dan mengembalikan tekanan osmotik)
DRC, plasma (plama net, dekstran, dll)
2. Penurunan curah jantung
Tujuan intervensi:
Meningkatkan cairan vaskuler
Mendukung mekanisme kompensasi klien
Mencegah komplikasi ischemic

Terapi Obat
Meningkatkan venous return
Memperbaiki kontraksi miokard
Menjamin perfusi miokard yang adekuat
- vasokonstriktor agent (Dopamin, Epineprin, NE, Vasopresin)
- agen yang meningkat kontraksi miokar (Dobutamin, Epineprin, Iso portevenal)
- agen yang menambah perfusi miokard  (nitrogliserin, nitropruside, Isosorbide dinitrat)
     Terapi Oksigen
SHOCK PERDARAHAN DAN TERAPI HEMODELUSI
Transport oksigen dilakukan dengan 3 mekanisme (Preszma, 1987; Abram, 1993):
1. Sistem  pernafasan
2. Sistem sirkulasi
3. Sistem O2Hb dalam eritrosit dan transport ke sel jaringan.

1. SISTEM PERNAFASAN
Pada perdarahan dan shock terjadi hipoxia stagnant, gangguan hipoxia anemik.
Kadar oksigen dalam darah  arteriol (CaCO2) menurut  rumus Men Freemand:
a. CaCO3 = (Hb saturasi O2 dan 1,36) + (PO2 x 0,003) dengan harga normal akan didapatkan:
= (15 x 100% x 1,34) + (100 x 0,003)
= 20,1 + 0,3
=20,4 ml/100 ml darah.
Penggunaan klinik unsur:
(PO2  x  0,003) diabaikan karena relatif kecil.
b. Sistem sirkulasi Darah
Pada EBV yang beredar 65 – 75 mmHg, perdarahan 5 – 15 ml/kp (20%) terjadi kompensasi: takikardia, kekuatan kontraksi miokard, vasokonstriksi diaterial dan vena.
Vasokonstriksi berupaya mempertahankan tekanan perfusi untuk otak dan jantung  jantung bekerja lebih besar mengatasi SVR (Sistemic Vasculer Resisten).

Hubungan antara CO, frekwensi denyut dan stroke volume:
CO = f x SV
SV dipengaruhi oleh:
EDV – C – SVR 
Available O2 = CO x CaO2

Jumlah keadaan normal (Hb 15 gr%/dl, SaO2 100%, CO 5 L, oksigen tersedia: 50 x 15 x 1 x 1,34 = 1005 ml/menit.
Perdarahan cardiac output 3 L oksigen tersedia:
70 x 15 x 1 x 1,74 = 600 ml/menit.
Hemodialisis:
50 x 10 x 1,34 = 670 ml/menit
Compensasi CO:
75 x 10 x 1,34 = 1005 ml/detik

komposisi hanya mungkin dalam keadaan normovolemia.
PERFUSI HANGAT PUCAT DINGIN BASAH
EBL (Estimate Blood Loss) 15% 30% 40 %
Nadi  80 100 >120 > 140
Sistole 120 100 < 90 < 70
Hilang 600 1200 2100
Infuse 1-2 L 2-4 L 4-6 L

TATALAKSANA HEMODELUSI UNTUK PERDARAHAN AKUT
Penderita perdarahan
Pasang infus jarum besar
Catat perfusi, nadi, TD, produksi urine, ambil contoh darah.
Siapkan air 500 – 1000 CC
Infuse Ringer laktat atau NaCl 0,9% 1000 – 2000 CC secepat mungkin, maksimal 30 – 60 menit.
Dosis dapat diulangi sampai 2 – 4 kali.
Saline laktat perlu 2 infus jika perfusi, nadi dan tekanan darah masih buruk.
1. Bila hemodinamik baik, perfusi hangat, kering, merah, tekanan darah > 100, nadi < 100 teruskan cairan menetes lambat, biasanya tidak perlu transfusi.

2. Bila hemodinamik tetap buruk, berikan lagi bolus 1000 ml sampai 2 – 4 kali loss volume.
a. Bila kemudian hemodinamik masih buruk periksa kadar Hb, bila < 8 gr%/dl dapat diberikan transfusi pelan-pelan, kalau terjadi perdarahan transfusi dapat ditunda sampai sumber perdarahan terkuasai.
b. Bila hemodinamik tetap buruk transfusi segera diberikan.

Antigen (Alergen)
Antibodi
Ig E 
Histamin, kinin, lekotrien, prostaglandin


Per meabilitas          Vasodilatasi          konstriksi  pd Os 
      Kapiler                     Perifer (spasme bronkhus Laring & kram saluran cerna

            Ekstravasasi tahapan pembuluh
      Cairan intravaskuler      darah perifer 

     Edema Hipovolemi relatif

cardiac output

perfusi permanen

Gangguan metabolisme seluler.
EMERGENCY CARE
(SEMUA TYPE SHOCK)

1. Kaji tingkat kesadaran dan pembukaan jalan nafas
2. Tanya nama, umur, riwayat kesehatan dan kejadian penyakit sekarang
3. Jaga klien tetap hangat dan posisi supine
4. Raba nadi pada daerah karotis
5. Pastikan kembali klien
6. Dampingi kien dan dapatkan personal pelayanan kesehatan profesional
HIPOVOLEMIK  SHOCK
1. Kaji klien terhadap adanya luka atau perdarahan. Jika perlukaan terjadi usahakan tidak  menggerakkan klien.
2. Tutup luka dengan kain bersih jika mungkin. Tekan luka jika perdarahan berasal dari arteri.
3. Pasang infus, berikan RL atau normal saline dengan cepat
VASOGENIK SHOCK
1. Kaji adanya defisit neurologi
2. Jika klien sadar tanyakan adanya paparan terhadap alergen atau infeksi terakhir
3. Dapatkan informasi beberapa pengobatan atau bahan kimia yang di telan oleh klien
4. Monitor respirasi klien dan adanya tanda obstruksi jalan nafas

Algoritma penanganan dan terapi seperti di bawah ini:
Baringkan dalam posisi datar, alas keras
Bebaskan jalan nafas
Tentukan penyebab dan lokasi masuknya
Jika masuk lewat ekstrimitas pasang torniket
Adrenalin 1:1000  0,25 ml (o,25 mg) subkutan
Monitor pernafasan dan hemodinamik
Suplemen oksigen

     Adrenaline:
1:1000  0,25 ml (0,25 mg)  IM  (sedang) atau
1: 1000  2,5 – 5 ml (0,25 – 0,5)  IV (berat)
berikan sublingual atau transtrakheal  bila vena kolaps.

     Aminophilin
5 – 6  mg/kgBB  IV (Bolus) diikuti 0,4 – 0,9  mg/kg/menit per  drip (untuk bronkus spasme persistenÿÿ
infus cairan (berpedoman hematokrit).
Monitor pernafasan dan hemodinamika
Cairan                       tergan-
Obat inotropik (+)      tung Hemo
Obat  vasoaktif          dinamika
Kalau perlu dan memungkinkan rujuk untuk mendapatkan perawatan intensif selanjutnya. 

Photobucket