Kamis, 29 Desember 2011

Asuhan Keperawatan Dekompensasi Cordis

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DEKOMPENSASI CORDIS


A. Pengertian
Decompensasi cordis adalah keadaan patofisiologik dimana jantung pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Price, 1994: 583). Pengertian lain menyebutkan bahwa dekompensasi cordis adalah ketidakmampuan jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan kebutuhan oksigen jaringan (Doenges, 2000: 48). Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dekompensasi cordis merupakan keadaan jantung yang sudah tidak mampu lagi memompa darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.
B. Anatomi
















Gb. Skema Aliran Darah (Brunner & Suddarth, 2002 : 721)
Ruangan jantung bagian atas atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah atau ventrikel oleh suatu anulus fibrosus. Secara fungsional jantung dibagi menjadi alat pompa kanan dan alat pompa kiri yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru dan darah bersih ke peredaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah secara anatomis: vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
C. Etiologi
Menurut Price (1994:584) decompensasi cordis adalah sebagai berikut:
1. Kelainan mekanis.
a. Peningkatan beban tekanan
1) Sentral (stenosis aorta dan sebagainya)
2) Perifer (hipertensi sistemik dan sebagainya)
b. Peningkatan beban volume (regurgitasi katub, pirau, peningkatan beban awal dan sebagainya)
c. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitralis atau trikus pidalis).
d. Tamponade perikardium.
e. Restriksi endokardium atau miokardium.
f. Aneurisme ventrikel.
g. Dis sinergi ventrikel.
2. Kelainan miokardium
a. Primer
1) Kardiomiopati.
2) Miokarditis.
3) Kelainan metabolik.
4) Toksisitas, (alkohol, obat dan sebagainya).
5) Presbikardia.
b. Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis) .
1) Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner).
2) Kelainan metabolik.
3) Inflamasi.
4) Penyakit sistemik.
5) Penyakit paru obstruktif menahun.
3. Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi.
a. Henti jantung.
b. Fibrilasi.
c. Takikardi atau bradikardi yang berat.
d. Asinkronisasi listrik, gangguan konduksi.
D. Gejala klinis
Klasifikasi fungsional dari the new york heart association umum dipakai untuk menyatakan hubungan antara awal gejala dan derajat latihan fisik yaitu:
Kelas I: Bila klien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
Kelas II: Bila klien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
Kelas III: Bila klien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
Kelas IV: Bila klien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun, klien harus tirah baring.
Adapun tanda dan gejalanya menurut Chung (1995: 234-236) adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan/ kelemahan.
2. Dispnea.
3. Ortopne.
4. Dispne nokturia paroksimal.
5. Batuk.
6. Nokturia.
7. Anoreksia.
8. Nyeri kuadran kanan atas.
9. Takikardia.
10. Pernapasan cheyne-stokes.
11. Sianosis.
12. Ronkhi basah
13. Peninggian tingkat pulsasi vena jugularis.
14. Hepatosplenomegali.
15. Asites.
16. Edema perifer
E. Pengkajian fokus
Menurut Doenges (2000: 52) pengkajian fokusnya adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Keletihan atau kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda : Gelisah, perubahan status menilai mental, misal letargi, tanda vital berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, episode gagal jantung kiri (sebelumnya), penyakit katub jantung, endokarditis, sistemik lupus erythematosus, anemia, syok septik.
Bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen :sabuk terlalu ketat” (pada gagal bagian kanan).
Tanda : Tekanan darah mungkin darah rendah (gagal pemompaan), normal (GJK ringan atau kronis) atau tinggi (kelebihan beban cairan). Tekanan nadi mungkin sempit, menunjukkan penurunan volume sekuncup, frekuensi jantung takikardia (gagal jantung kiri).
Bunyi jantung: S2 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katub atau insufisiensi.
Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat. Hepar: pembesaran atau dapat teraba: reflek hepatojugularis. Bunyi napas: brekels, ronki.
3. Integritas ego
Gejala : Ansietas, kuatir, batuk, stres yang berhubungan dengan penyakit atau keprihatinan finansial.
Tanda : Berbagai manifestasi prilaku, misal ansietas, marah, ketakutan, mudah tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, abdomen berwarna gelap, berkemih malam hari, diare atau konstipasi.
5. Makanan/ cairan.
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/ muntah, penambahan BB signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian atau sepatu sesak, diet tinggi garam atau makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein, penggunaan diuritik.
Tanda : Penambahan berat badan tetap.
Distensi abdomen (asites), edema, (umum, depender, tekanan, pitting).
6. Hygiene
Gejala : Keletihan atau kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri.
Tanda
: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut pikiran, disorientasi, mudah tersinggung.
8. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), prilaku melindungi diri.
9. Pernafasan
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa bantal, batuk dengan tanpa pembentukkan sputum, riwayat penyakit paru kronis, gangguan bantuan pernapasan.
Tanda : Pernafasan takipnea, nafas dangkal, batuk kering/ nyaring/ non produktif atau terus menerus dengan tanpa sputum, dengan krakels basiler dan mengi.
Fungsi mental: mungkin menurun, letargi, kegelisahan, warna kulit: pucat atau sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan atau tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran atau pengajaran
Gejala : Menggunakan atau lupa menggunakan alat-alat jantung.
Tanda : Bukti tentang ketidakberhasilan atau meningkatkan.
F. Patofisiologi
Patofisiologi decompensasi cordis/ gagal jantung menurut Price (1994: 583) adalah sebagai berikut:
1. Gagal jantung kiri
Kegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan curah jantung menurun. Akibat ke depan menimbulkan gejala kelemahan atau kelelahan. Sedangkan akibat ke belakang mengakibatkan toleran dan volume akhir diastole meningkat sehingga terjadi bendungan vena pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru. Akibat adanya sisa tekan di ventrikel kiri mengakibatkan rangsang hipertrofi sel yang menyebabkan kardiomegali. Beban atrium kiri meningkat dan akhirnya terjadi peningkatan beban vena pulmonalis, kemudian mendesak paru-paru dan akhirnya terjadi oedema. Hemoptisis dapat terjadi pada dekompensasi kordis karena dinding kapiler jantung sangat tipis dan rentan sehingga dapat mengakibatkan perdarahan.
2. Gagal jantung kanan
Gangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke paru-paru menurun ada akhirnya curah jantung menurun. Tekanan dan volume akhir diastole ventrikel meningkat sehingga terjadi bendungan di atrium kanan yang mengakibatkan bendungan vena kava. Akibat bendungan di vena kava maka aliran vena hepatikum, vena dari lien terbendung akhirnya timbul hepatosplenomegali, asites, edema perifer terutama kaki.

G. Pathways

H. Fokus intervensi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial (Doenges, 2000: 55).
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan tanda vital dalam batas normal.
b. Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
c. Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi:
a. Palpasi nadi perifer dan pantau tekanan darah.
b. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
c. Pantau haluaran urine.
d. Kaji perubahan pada sensori, contoh: letargi, bingung, disorientasi, cemas dan depresi.
e. Periksa nyeri tekan betis, pembengkakan, kemerahan lokal atau pucat pada ekstremitas.
f. Pemberian cairan IV, hindari cairan garam.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolus.
a. Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksigenasi dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
b. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/ situasi.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengio.
b. Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam.
c. Dorong perubahan posisi sering.
d. Pertahankan duduk dengan posisi semi fowler, gotong tangan dengan bantal.
e. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen/ kebutuhan, kelebihan.
Kriteria hasil:
a. Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri.
b. Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.
Intervensi:
a. Periksa tanda vital sebelum dan setelah aktivitas.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
c. Kaji penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri, obat.
d. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
e. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.
f. Kolaborasi program rehabilitasi jantung/ aktivitas.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/ air.
Kriteria hasil:
a. Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran, berat badan stabil dan tak ada edema.
b. Menyatakan pemahaman tentang/ pembatasan cairan individual.
Intervensi:
a. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna.
b. Pantau/ hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
c. Pertahankan tirah baring dengan posisi semi fowler.
d. Timbang berat badan tiap hari.
e. Pantau tanda vital (TD).
f. Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, misal: distensi abdomen, konstipasi.
g. Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil dan sering.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan perfusi jaringan.
Kriteria hasil:
a. Mempertahankan integritas kulit.
b. Mendemonstrasikan prilaku/ teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi:
a. Lihat kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/ pigmentasi, atau kegemukan/ kurus.
b. Ubah posisi sering di tempat tidur/ kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/ aktif.
c. Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembapan/ eksresi.
d. Hindari obat intramuskuler.
e. Kolaborasi pemberian tekanan alternatif/ kasur.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
Tujuan dan Kriteria hasil:
a. Meningkatkan masukan oral.
b. Menunjukkan tidak adanya tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi:
a. Identifikasi faktor-faktor yang mendukung, mual-muntah, nyeri, dispnea yang berat.
b. Atur tindakan pernapasan satu jam sebelum makan.
c. Auskultasi bunyi abdomen, observasi distensi abdomen.
d. Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering.
e. Evaluasi status nutrisi.

Asuhan Keperawatan Fraktur Cervicalis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CERVICALIS


1. Pengertian
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

2. Patofisiologis dikaitkan dengan KDM

1. Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang
a. Jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga


Mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis


Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif
Dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar,
Kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan
Peredaran darah


1) Blok syaraf parasimpatis pelepasan mediator kimia kelumpuhan

Kelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi

Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rek-
Tum, kandung kemih
Gangguan kebutuhan oksigen
gangguan rasa nyaman nyeri nyeri terus,
Dan potensial komplikasi
Hipotensi, bradikardia gangguan eliminasi


3. Data fokus.
Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat

Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilang
Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.

Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL

Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis.

Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada derah trauma.

Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
Keamanan : suhu yang naik turun

4. Pemeriksaan diagnostik
Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)
CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

5. Diagnosa keperawatan
5.1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma
Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 rr =" 16-20"

Intervensi keperawatan :
1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.
2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.
3. Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
4. Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.
5. Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera
6. Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma
7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
9. Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.
11. Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan

5.2 Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan
Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.
Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.

Intervensi keperawatan :
1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum
2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman
3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif
4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop
5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik
6. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

5.3 Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera
Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang

Intervensi keperawatan :
1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
3. Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.
4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.

5.4 Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.
Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi
Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali

Intervensi keperawatan :
1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.
2. Observasi adanya distensi perut.
3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
4. Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces
5. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus

5.5 Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.
Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada

Intervensi keperawatan:
1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal
2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.
4. Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine

5.6 Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan
Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering
Intervensi keperawatan :
1. Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.
2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi penekanan kulit
3. Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit
4. Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit
5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.


Daftar kepustakaan :

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.
Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

Asuhan Keperawatan Gagal Gagal Ginjal Akut

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GAGAL GINJAL AKUT



I. DEFINISI
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau ginjal gagal melakukan fungsi regulernya
Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrine, metabolik, cairan, elektrolit dan asam basa.

II. ETIOLOGI
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah :

Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :
Penipisan volume
Hemoragi
Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)
Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)
Gangguan efisiensi jantung
Infark miokard
Gagal jantung kongestif
Disritmia
Syok kardiogenik
Vasodilatasi
Sepsis
Anafilaksis
Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi
Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
Cedera akibat terbakar dan benturan
Reaksi transfusi yang parah
Agen nefrotoksik
Antibiotik aminoglikosida
Agen kontras radiopaque
Logam berat (timah, merkuri)
Obat NSAID
Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
Pielonefritis akut
glumerulonefritis
Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
Batu traktus urinarius
Tumor
BPH
Striktur
Bekuan darah

III.
PATOFISIOLOGI
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut sebagai berikut :
Periode Awal
Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
Periode Oliguri
Pada periode ini volume urin kurang dari 400 ml/24 jam, disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, kalium dan magnesium). Pada tahap ini untuk pertama kalinya gejala uremik muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
Periode Diuresis
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan glumerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
Periode Penyembuhan
- Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 - 12 bulan
- Nilai laboratorium akan kembali normal
- Namun terjadi penurunan GFR permanen 1% - 3%


IV. MANIFESTASI KLINIK
Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah dan gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025)
Peningkatan BUN, creatinin
Kelebihan volume cairan
Hiperkalemia
Serum calsium menurun, phospat meningkat
Asidosis metabolik
Anemia
Letargi
Mual persisten, muntah dan diare
Nafas berbau urin
Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang

V. EVALUASI DIAGNOSTIK
Urinalisis
Kimia darah
IVP, USG, CT

VI. PENATALAKSANAAN
Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada pengukuran berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah, dan status klinis pasien.
Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka, dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.
Penanganan hiperkalemia :
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan hal-hal berikut :
- Glukosa, insulin, kalsium glukonat, natrium bikarbonat (sebagai tindakan darurat sementara untuk menangani heperkalemia)
- Natrium polistriren sulfonat (kayexalate) (terapi jangka pendek dan digunakan bersamaan dengan tindakan jangka panjang lain)
- Pembatasan diit kalium
- Dialisis
Menurunkan laju metabolisme
Tirah baring
Demam dan infeksi harus dicegah atau ditangani secepatnya
Pertimbangan nutrisional
Diet protein dibatasi sampai 1 gram/kg selama fase oligurik.
Tinggi karbohidrat
Makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jus jeruk, kopi) dibatasi, maksimal 2 gram/hari
Bila perlu nutrisi parenteral
Merawat kulit
Masase area tonjolan tulang
Alih baring dengan sering
Mandi dengan air dingin
Koreksi asidosis
Memantau gas darah arteri
Tindakan ventilasi yang tepat bila terjadi masalah pernafasan
Sodium bicarbonat, sodium laktat dan sodium asetat dapat diberikan untuk mengurangi keasaman
Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan membantu penyembuhan luka.
Hal-hal berikut ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk segera dilakukan dialisis :
1. Volume overload
2. Kalium > 6 mEq/L
3. Asidosis metabolik (serum bicarbonat kurang dari 15 mEq/L)
4. BUN > 120 mg/dl
5. Perubahan mental signifikan













GAGAL GINJAL KRONIS


I. DEFINISI
Merupakan penyakit ginjal tahap akhir
Progresif dan irreversible dimana kemapuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia

II. ETIOLOGI
Diabetus mellitus
Glumerulonefritis kronis
Pielonefritis
Hipertensi tak terkontrol
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Gangguan vaskuler
Lesi herediter
Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)

III. PATOFISIOLOGI
Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan meningkat.

Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
Penyakit tulang uremik(osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.

IV. MANIFESTASI KLINIK

Kardiovaskuler
- Hipertensi
- Pitting edema
- Edema periorbital
- Pembesaran vena leher
- Friction rub perikardial
Pulmoner
- Krekel
- Nafas dangkal
- Kusmaul
- Sputum kental dan liat
Gastrointestinal
- Anoreksia, mual dan muntah
- Perdarahan saluran GI
- Ulserasi dan perdarahan pada mulut
- Konstipasi / diare
- Nafas berbau amonia
Muskuloskeletal
- Kram otot
- Kehilangan kekuatan otot
- Fraktur tulang
- Foot drop
Integumen
- Warna kulit abu-abu mengkilat
- Kulit kering, bersisik
- Pruritus
- Ekimosis
- Kuku tipis dan rapuh
- Rambut tipis dan kasar
Reproduksi
- Amenore
- Atrofi testis

V. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat keluarga
2. Penyakit yang dialami
3. Obat-obatan nefrotoksis
4. Kebiasaan diet
5. Penambahan BB atau kehilangan BB
6. Manifestasi klinik yang muncul pada sisitem organ

VI. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, retensi cairan dan natrium
Kaji status cairan
a. timbang BB harian
b. keseimabngan masukan dan haluaran
c. turgor kulit dan adanya edema
d. distensi vena leher
e. tekanan darah, denyaut dan irama nadi
Batasi masukan cairan
Identifikasi sumber potensial cairan
Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional dari pembatasan
Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan
Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering
2. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah
Kaji status nutrisi
Kaji pola diet nutrisi
Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu makan
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan
Timbang berat badan harian
Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat
3. Intoleransi aktifitas b.d anemia, keletihan dan retansi produk sampah
Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi
Anjurkan aktifitas alternatif sambil istirahat
Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
4. Gangguan harga diri b.d ketergantungan, perubahan peran, citra tubuh dan fungsi sex
Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan
Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat
Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga
Ciptakan diskusi yang terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dabn penanganannya
Gali cara alternatif lain untuk ekspresi seksual lain selain hubungan sex
Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan kemesraan
5. Gangguan integritas kulit b.d penurunan minyak dan aktivitas kelenjar keringat, kelebihan cairan
6. Konstipasi b.d penurunan mobilitas, intake antasid, pembatasan cairan
7. Resiko cidera b.d perubahan absorbsi kalsium dan ekskresi fosfat, perubahan metabolisme vitamin D


Asuhan Keperawatan Gagal Nafas

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS


I. PENGERTIAN
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

II. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

III. ETIOLOGI
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
IV. TANDA DAN GEJALA
A. Tanda
Gagal nafas total
Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
Gagal nafas parsial
Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
Ada retraksi dada
B. Gejala
Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2
Sedang : PaO2
Berat : PaO2
Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia
VI. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
1. Airway
Peningkatan sekresi pernapasan
Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
Menggunakan otot aksesori pernapasan
Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
Sakit kepala
Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
Papiledema
Penurunan haluaran urine
VII. PENTALAKSANAAN MEDIS
Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
Inhalasi nebuliser
Fisioterapi dada
Pemantauan hemodinamik/jantung
Pengobatan
Brokodilator
Steroid
Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
Adanya penurunan dispneu
Gas-gas darah dalam batas normal
Intervensi :
Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn
Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2<>
Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2
Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan
Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama batuk
Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
Bunyi paru bersih
Warna kulit normal
Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan
Pantau irama jantung
Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan:
TTV normal
Balance cairan dalam batas normal
Tidak terjadi edema
Intervensi :
Timbang BB tiap hari
Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
Monitor parameter hemodinamik
Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit


4. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan
Status hemodinamik dalam bata normal
TTV normal
Intervensi :
Kaji tingkat kesadaran
Kaji penurunan perfusi jaringan
Kaji status hemodinamik
Kaji irama EKG
Kaji sistem gastrointestinal

Photobucket